top of page

KOSA KATA 2: Cekang

Malam ini adalah pekan kedua setelah keputusanmu mengakhiri hubungan kita. Aku masih berharap waktu itu kau hanya sedang lupa ingatan, atau ingin memberi kejutan yang tidak biasa untuk perayaan sebelas tahun kita, atau ... paling tidak, kau akan meminta maaf dan memutuskan kembali padaku. Nyatanya, tidak. Aku hanya sedang membangun tembok untuk menangkis kenyataan yang terpajang di depanku. Mataku terlalu perih. Kepalaku berdenyut tak nyaman. Semua karena lagi-lagi aku terbangun di tengah malam, tepat setelah memimpikanmu. Isakan seseorang memenuhi seantero ruang kamarku. Isak mengerikan yang tak lain adalah suaraku sendiri. Aku ingin berhenti menangisimu. Seharusnya memang begitu, bukan? Aku tahu, kau bukan orang jahat. Aku mengenalmu, seperti aku mengenali diriku sendiri. Kau yang selalu menjadi orang nomor satu dalam prioritas hidupku. Kau yang selalu menjadikanku satu-satunya tujuan hidupmu. Lalu ke mana kau hilangkan tujuanmu? Aku akan membantumu mendapatkannya kembali. Aku ingin membantumu. Namun, kaulah yang membuatku tak memilki daya untuk melakukannya.

Kau merampas hakku begitu saja. "Berhenti nangisin laki-laki kejam itu!" Pintu disentak terbuka, membuatku berjengit. Paras perempuan yang tak lain adalah adikku itu terlihat murka ketika mengamati keadaan kacau balau kamarku. Aku menghapus jejak air mata pada wajahku. "Aku gak apa-apa," ucapku. Ya, aku berbohong. Siapa pun akan tahu kalau aku adalah pendusta. "Dia lagi siap-siap pindahan," kata adikku yang hanya menatap lantai yang ia pijak.  "Siapa yang akan pin ... dia? Ka-kamu tahu dari mana?" Ngilu itu kembali mengisi sudut-sudut hatiku yang berdarah. Kau akan pindah. Padahal, kaulah yang dulu memutuskan untuk mengambil satu lokasi apartemen yang sama denganku. "Tadi enggak sengaja papasan di lobi. Dia bawa banyak barang, dibantu Tio, temennya yang dulu sering ke sini. Gue tanyain, katanya mau pindah." Adikku menatapku awas, menunggu aku akan meraung. Meraung? Sedangkan menarik napas saat ini begitu sulit bagiku. Aku langsung berdiri dan berlari, demi menahanmu pergi. Kau tidak boleh pergi, bisik hati kecilku. Sayangnya ... bibirku menjadi cekang saat menatapmu yang tersenyum kepada perempuan cantik di depan sana. 

bottom of page